Beberapa minggu lalu,Jawa Timur gegap gempita oleh Pilkada. Kampanye para pemimpin daerah menyemarakkan suasana di perkotaan di seluruh penjuru. Bukan hanya kota, hiruk-pikuk kampanye bahkan sampai jauh tinggi ke pegunungan Tengger. Kota dan desa bagai album foto.
Sudah tentu yang ditawarkan adalah janji. Semua janji mengarah ke perbaikan taraf hidup tiap penduduk. Saya berpikir, andai para kandidat itu jadi pemimpin secara kolektif, Jawa Timur pasti menjadi propinsi yang paling hebat. Eh,tiba-tiba menyeruak berita bahwa suara golongan putih melebihi separoh jumlah pemilih. Saya hampir tidak percaya.
azalea gugur/ petir menyambar bersama air / keindahan mencium tanah
Namun itulah kenyataannya. Akan ada pemilu ulang untuk menentukan siapa yang bakal duduk sebagai pemimpin Jawa Timur. Kembali saya akan menyaksikan pamflet dan poster yang memberi janji.
Hanya waktu yang akan menguji janji-janji yang telah ditebarkan. Biarkan janji itu tumbuh dengan sendirinya, menghasilkan bunga-bunga yang indah. Biarkan banyak orang mengagumi dan berceloteh memujinya. Saya teringat betapa riuhnya komentar ibu-ibu mengagumi keindahan warna-warni bunga di sebuah kios bunga. Keriuhan itu berakhir dengan senyum puas pemilik kios yang bunganya laku keras. Saat hujan deras turun, pohon azalea berduka: mahkota bunganya rontok satu-satu. Hanya beberapa saja yang tersisa.
Rombongan ibu-ibu pergi dengan wajah riang karena hujan reda. Mereka membawa sesuatu yang indah untuk disematkan di rumah. Tapi pohon azalea merana sendiri. Dia harus bekerja keras lagi untuk menampilkan keindahan bunga-bunganya. Sama halnya dengan janji yang telah ditebar... mahkotanya yang indah akan rontok, bukan karena dirinya sendiri, melainkan kekuatan mahadahsyat yaitu: waktu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar