"Mengapa kamu menulis puisi di internet? Tidak takut dibajak?" teman saya menggugat keputusan saya. Memang di infotainment beberapa minggu lalu ada ribut-ribut tentang kelompok artis membajak sebuah lagu yang dipublikasikan ke internet. Teman saya melanjutkan sambil cengengesan, "Coba pikirkan andai puisimu itu diterbitkan di darat." Saya cuma tersenyum, soalnya memang saya butuh duit. Lha, siapa yang tidak?,
Saat menimbang-nimbang untuk memutuskan berhenti menulis di internet, saya teringat hubungan mesra antara matahari dan tanaman. Tanaman tidak punya kuasa apapun untuk membalas budi matahari. Sebaliknya, matahari tidak menuntut apa-apa pada tanaman. Menurut saya itu sebuah hubungan yang tidak seimbang. Bahkan matahari tidak berbuat sesuatu tatkala tanaman memilih menghindarinya. Matahari selalu memberi, termasuk memberi peluang menolaknya.
grimis di kali kricik-kricik atasi batu tuju takdirnya
Saya agaknya harus bangga andai ada pihak yang membajak puisi saya; apalagi puisi saya itu pada akhirnya mampu juga menghidupi keluarga si pembajak. Ya, saya temukan sebab kenapa saya harus bangga : takdir manusia adalah memberi. Jadi, oleh karenanya, sebetulnya manusia tidak akan pernah berkekurangan.
Demikianlah saya tetap menulis di sini.
Iya, Om bambu benar.
BalasHapusMatahari dan tanaman terlihat dan berguna
Tapi udara tidak terlihat dan lebih berguna
Salam dari hati :)