Tentang Rumah Bambu

rumah bambu adalah tempat bekerja menggunakan konsep haibun. penikmat sastra dipersilahkan mampir.

27 Juni 2011

Canda Pagi Hari

Percayalah pada teori gravitasi yang mengatakan tiap benda akan jatuh ke bumi. Camkan, jatuh artinya menuju ke bawah. Maka dari itu tindakan promosi jelas berlawanan dengan teori itu. Seseorang yang berupaya keras dalam upaya promosi –baik dalam olah raga maupun karir- memerlukan energi lebih dari normal, bahkan kadang tidak masuk akal.

daydream-
have all glittering
world’s misery

Misalkan begini, seseorang merebut posisi yang membawahkan dua menejer. Beberapa saat tampaknya ia berhasil sampai bos menganggapnya tidak mampu. Dia pasti jatuh. Berkat keahliannya bersilat lidah dan memutar-mutar logika berpikir, bos setuju usulannya untuk membuat struktur organisasi sehingga dia tetap membawahkan dua menejer yang seharusnya naik menggantikannya. Dia masih di atas, dengan cara yang lucu dan melawan hukum gravitasi…

25 Juni 2011

Wow !

Selama ini selalu dikesankan, orang-orang semacam saya -rakyat kecil- harus dibela karena lebih jujur, lebih terbatas pilihannya dan yang paling utama karena saya miskin. Pemikiran itu benar bila premisnya adalah kaum kaya punya jauh lebih banyak energi (uang) yang memungkinkan mereka mempunyai segudang pilihan dan mempercantik penampilan agar tampak lebih jujur.

berkas putih
pada awan malam kelam
kamu?

Citra itu kemudian luntur, atau bahkan musnah, saat ada berita pengusiran seorang ibu yang baru saja membongkar sebuah peristiwa penyontekan massal. Seolah kami -rakyat kecil dan miskin- mengingkari kebanggaan yang kami bangun sendiri bila berhadapan dengan kaum kaya. Pencitraan selalu gagal menjalankan tugasnya apabila kenyataan yang keras berdiri sebagai cermin.

24 Juni 2011

TBC ( Tempe Bacem Cinta )

Tiap pagi, jam setengah lima, seorang ibu dan putrinya selalu berpapasan dengan saya. Si ibu membawa piring di dalam sebuah kantong plastik sementara tangan kanannya menggandeng si buah hati yang berumur tiga tahun. Rutinitas itu membuat saya bertanya apa yang dibawanya. Piring itu ternyata dua puluh potong tempe bacem untuk dijual di sebuah kedai di depan gang. Saya tahu kedai itu tidak hanya menjual aneka sayur mayur dan bahan masakan lainnya, melainkan juga lauk pauk dan kudapan. Selalu ramai pembeli! Setelah beberapa kali pertemuan, saya mencegat dia untuk membeli seluruh tempe bacemnya, senilai sepuluh ribu rupiah. Ibu muda yang cantik itu, seumuran menantuku, tersenyum. Aku tahu ia membantu suaminya dengan menjual tempe bacem. Saya bersimpati padanya sehingga tiap dua hari aku borong tempe bacemnya yang enak itu.

prok, prok!
perang petani krisan
dan pengorok daun

Aku terharu, aktifitas istriku tiap hari dimaknai luar biasa oleh pak Heru. Hampir setahun dia ikut andil membantu ekonomi keluargaku yang pas-pasan setelah aku terkena penyempitan pembuluh arteri jantung dan harus di-stent agar aku bisa terus produktif. Ya, dengan memborong tempe bacem cinta istriku!

23 Juni 2011

Tahu Campur

Menjelang maghrib di sebuah warung tahu campur. Menu baru saja tersaji, ada di depan mata. Belum lima suapan, si penjual minta maaf karena lampu penerangan warung redup. Ah, saya tidak menyadari keremangan warung karena saya sibuk menikmati makanan yang cocok dengan lidah. Saya maafkan dia. Kembali saya menyuapi hasrat akan makanan enak.

kerlip kota
usai senja menghilang
main mata

Sampailah lidah saya merasakan pedas. Saya mencari air minum. Tengok sana-sini. Aksi itu disambut permintaan maaf lagi. Air minum habis. Teh? Habis pula. Permintaan maaf kali ini disertai kisah, dia hari itu sedang sial karena persiapannya tidak terlalu bagus dan hari itu pertama kalinya berjualan tahu campur. Dalam perjalanan pulang –rasa pedas belum hilang- saya tertawa kecil. Berapa kali dia harus minta maaf malam itu dan berapa versi kisah sebagai dalihnya…

22 Juni 2011

Cita-cita yang Susut

Dalam hati saya selalu bertanya-tanya, mengapa pelaku teror tidak pernah bosan pada tingkahnya sendiri. Sangat boleh jadi mereka punya cita-cita adikodrati, melebihi cita-cita orang kebanyakan. Mereka tidak cukup hanya memiliki kekayaan, posisi terbaik di masyarakat, dan nama baik; bahkan ketiga cita-cita itu pun tidak bermakna. Apa cita-cita mereka? Mungkin, sangat mungkin, mereka hanya ingin bermain-main, mencoba-coba lalu berharap percobaan itu berhasil: permainan yang mereka lakukan menyenangkan.

duh, mual
kaki tangan dingin
ruap cappucino

Andai teror berhenti karena cita-cita adikodrati mereka menyusut.

21 Juni 2011

Korupsi Tiada Henti

Mengikuti pemberitaan tentang penuntasan kasus korupsi sungguh seperti mengikuti melodrama panjang, tidak tahu ujungnya. Dalam melodrama itu plot cerita diulur-ulur sehingga yang terpatri dalam otak adalah melodrama itu terus berlanjut, sama halnya dengan korupsi yang bakal berlangsung tiada henti. Sebagai penonton, saya berharap melihat akhir melodrama, terlebih melihat para tokoh antagonis mengalami penghukuman. Sampai detik ini, harapan saya itu tak lebih dari angin surga…

terbenam matari
memerah ufuk barat
kubur baru