Tentang Rumah Bambu

rumah bambu adalah tempat bekerja menggunakan konsep haibun. penikmat sastra dipersilahkan mampir.

06 Mei 2013

Beberapa Kali

Beberapa kali pulang kerja bersama para tukang kasur tidak akan menghentikan rasa ingin tahuku. Tentu saja, aku bertanya pada mereka berapa order yang biasa diterima tiap hari; rata-rata jam berapa mereka pulang ke kontrakan; kalau kemalaman karena tidak mendapat angkutan harus menginap di mana...

embun terakhir
melangkah gegas di
pematang kering

Sudah belasan tahun berkeliling dari desa ke desa, para tukang kasur itu tidak pernah merasakan lagi kekuatiran. "Selalu ada solusi," kata mereka. Bahkan saat harus pulang tanpa membawa pendapatan lalu harus tekor buat ongkos pulang, ringan mereka berkomentar, "Tidak ada yang pasti bagi kami. Maka kalau harus bermalam, kami akan minta ijin yang kasurnya kami perbaiki untuk tidur di teras rumah."

28 Agustus 2012

Ia berjalan

Ia berjalan berat seakan telapak kaki enggan meningalkan jalan,tak tahu tujuan dan menolak berhenti sekedar memastikan bahwa ia masih hidup. Tiap hari pergi dari rumah berseragan putih abu-abu dan pulang menjelang tengah malam. Bapak-ibunya yang tak kuat menahan malu lalu memasungnya.

pagi kelabu
pemuda itu bangun
mimpi indah

hei,itu pernah kualami ! meski aku tidak berakhir di pasungan...

25 Agustus 2012

Rumah tidak Jauh

Rumah tidak jauh, dari Changi melayang pulang.

kering
rumput bahu jalan
rehat sejurus

Beberapa saat. Ini kerja belum usai, tulisanku baru sepenggal, jalan juang kalian masih panjang. Kusampaikan terimakasih pada kalian pahlawan, dengan menebar peluk senja di Marina Bay. Di bawah bayangan mentari kita masih merapal wajah, mengemas nasib dan menegakkan harga diri. Semoga sesaat nanti, Orchard entah Monas menjadi sudut waktu yang menjumpakan rindu.

(narasi Retno Agustin, haiku bungabambu)

24 Agustus 2012

Malam Lepas

Malam lepas di tepian MRT, kereta yang lain. Saya begitu rindu berjalan-jalan di tepian jalan ini. Seperti masih ada kelebatmu, ketika genggaman tangan itu tak kusambut. Kenangan lepas, kenangan datang. Yang bisa terulang selalu berharga, diantarkan kereta menuju singgahan pertama.

putri malu
merekah tegak,usai
kau pergi

Pada sebuah kerja, masih bisa membaui kisah lama.

(Narasi Retno Agustin, haiku bungabambu)

Selembar Tiket

Selembar tiket, rute bolak-balik menuju kota kalian, negara sepanjang lintasan kereta. Masih menunggu langit dibuka, juntaian manusia berdampingan dg kotak barang. Jumlahnya sama, berlomba menembus lorong jarak.

ke muara
sungai mengalir
kerinduan

Tanpa banyak beban, hanya hati yang senang, dua stel baju, dan bakpia pesanan kalian. Wajah-wajah empat tahun lalu, tak lama lagi...

(Narasi oleh Retno Agustin, haiku oleh bungabambu)

Di balik Kaca

Di balik kaca, Bukit Timah. Aku mengerdil, dibawa awan menjulang hingga cahaya setitik. Puncak gedung, mata garuda atau kereta angkasa? Ah sky train rehatlah, aku sudah pulang. Waktuku menghanyuti malam, tenggelam dalam rekaman suara mereka: suara yang mengencang, ketikanku mendentang.

hanya merah
ufuk barat kuingin
kembali

Aku ingin bersalsa dalam lelap.

(Narasi oleh Retno Agustin, haiku oleh bungabambu)

India Kecil

India kecil, hirup pikuk pencari sepi. Berputar-putar menangkap bangunan, cahaya matahari dan bayangan.

Kalian, dunia seperti sama, dulu, sekarang dan mungkin esok. Aku terduduk sendiri, selepas kalian pergi, bertanya pd penjaja buah potong 'apa wkt bisa dipenggal spt foto ini?'

pada kerumunan
daun akasia jatuh-
percuma

Sambil kutatap keruh pekerja Bangla, berebut nasi pada selembar kertas. Harusnya ada lorong waktu, sebuah harapan bagi kalian.

(Narasi oleh Retno Agustin, haiku oleh bungabambu)