Tentang Rumah Bambu

rumah bambu adalah tempat bekerja menggunakan konsep haibun. penikmat sastra dipersilahkan mampir.

24 September 2009

berlantai tanah

Beberapa hari lalu, aku bertamu ke rumah sahabat baru. Pertama kalinya setelah hampir setahun mengenalnya. Tiap kali diundang, aku selalu menolak dengan berbagai macam dalih. Saat itu, pada Lebaran hari kedua, aku tidak bisa menolak; memang tibalah waktuku.

embus panas
patah reranting kering
: sengkarut nalar

Aku memasuki rumah yang sangat sederhana: berdinding kayu dan anyaman bambu, berlantai tanah. Dari ruang tamu –yang mejanya berjejal aneka toples berisi jajanan kering pedesaan siap dimakan- aku bisa melihat dapur rumah berhadapan langsung dengan kamar satu-satunya di situ. Keriuhan suasana rumah –walau hanya dia, suami dan putri kecilnya yang menjadi tokoh utama hari itu- membuatku tidak merasakan lagi panasnya kemarau yang menguapkan sebagian besar air di sumur-sumur penduduk.

Menjelang pulang aku baru sadar, selama sejam bertamu, aku hanya disuguh sesloki Fanta merah...

22 September 2009

di mana kebijaksanaanmu?

Ia menjadi tua. Mungkin semangat hidupnya masih menyala-nyala sehingga selalu saja ia berkata padaku: “Masa kalah dengan orang tua?” tiap kali aku berkeluh kesah. Bisa jadi ia ingin memompa semangatku. Bisa jadi pula dia hanya ingin memuaskan egonya.

Berbeda ketika berusia muda, ia ingin berlari sendirian meraih yang diimpikan. Segala cara ia pakai. Tidak boleh ada seorangpun yang menjajarinya saat berada di puncak! Ia ingin memiliki dunia.

pak tua malu
ngompol di kursi tamu…
bebal selalu

Tatkala tubuh membatasi semangat dan jangkauan kebijaksanaannya tidak seluas dulu, dia berkata, “Sebenarnya aku ingin menikmati hidup. Biarlah kesalahan-kesalahan masa laluku ditanggung yang masih hidup. Toh aku punya banyak uang untuk kuwariskan…”

Apakah itu yang dimaksud perumpamaan seorang pemancing saat ditanya bagaimana ia menikmati hidup oleh saudagar kaya-raya: “Engkau melihatku terbaring puas dengan satu ikan di mata pancingku,kan? Itulah kebahagiaan!”

21 September 2009

berilah dari kekuranganmu!

Aku sangat kaya. Bayangkan sendiri-lah berapa pendapatanku; aku mampu ajeg mengeluarkan 100 juta rupiah dalam sebulan tanpa mengganggu cashflow perusahaan dan rumah tannggaku. Kalau ada malaikat penghitung kebaikanku, dia pasti akan segera kehabisan halaman buku catatannya: daftar kebaikan hatiku sangat panjang. Cuma, aku sungguh terganggu saat rumahku dimasuki maling. Rumahku! Ya, rumah yang boleh dibilang punya tingkat pengamanan kelas tinggi! Dan dia mengambil televisi 21 inch milik pembantuku! Hanya itu yang dia ambil! Di tengah harta bendaku!

sirna setapak!
banjir bandang semalam
matinya asa

Menyusul peristiwa itu, semua satpam kuminta mengganti kerugian senilai televisi 12 inch itu. Aku berpikir mereka ikut bertanggung jawab. Di luar dugaan mereka menolak dengan berbagai alasan, termasuk mengatakan bahwa aku sendiri sanggup membelikan pembantuku televisi yang jauh lebih baik dari yang hilang itu. Mereka lupakan tanggungjawab mereka.

Apa boleh buat, mereka semua kupecat!