Tentang Rumah Bambu

rumah bambu adalah tempat bekerja menggunakan konsep haibun. penikmat sastra dipersilahkan mampir.

12 Agustus 2008

Harapan

Kejadian luar biasa terjadi di dekat jedela kamar saya pada permulaan musim hujan lalu. Di hamparan tanah yang tertutup rontokan dedaunan bambu, muncul tunas-tunas tanaman yang tidak saya kenal namanya. Tiga hari kemudian, saat tunas-tunas itu menampakkan daun-daun pertamanya, muncul tunas-tunas yang berwarna-warni. Lagi-lagi saya tidak kenal mereka. Saya harus membutuhkan banyak waktu mencari di perpustakaan setempat supaya tahu nama mereka. Saya gagal.

Yang teringat, hanya butuh sehari hujan deras untuk menyaksikan alam yang begitu indah! Tentu butuh kepekaan pula karena keindahan itu sangat mudah dilewatkan begitu saja. Saya merasa seperti katak yang menanti datangnya hujan. Ya,sebuah baris sajak mengatakan, katak tahu hujan pasti datang. Tapi kapan, tanya saya. Jawabnya hanya menunggu dan berharap. Bila hujan datang, berilah pujian kepada alam, seperti juga katak yang pasti bernyanyi bila hutan basah kena hujan.

tunas-tunas muncul / warna-warni muka tanah / hujan perdana

Puisi tiga baris ini tercipta begitu melihat lukisan alam di bawah jendela kamar saya tadi. Tentu saja bukan sekali jadi. Penulisan ulang puisi itu terjadi saat saya merenungkan lagi puisi karya erri, salah satu penulis puisi di situs kemudian.com. Puisinya sangat berlawanan nadanya dengan puisi pendek saya. Lantas saya memutuskan mengirim puisi itu ke situs itu dengan harapan erri akan membacanya. Alam, sebagaimana manusia, selalu berubah: sedih dan duka selalu berganti. Saya berharap erri makin bersemangat, menulis puisinya dan mengetahui bahwa dia akan menemukan terang, bukan hanya tiangnya saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar