Berawal dari kegemaran menulis laporan jurnalistik, saya mulai menyukai cerpen-cerpen Hemingway yang sangat padat, positif dan ekspresif. Berburu naskah-naskah penulis Amerika itu saya lakukan dengan hati riang. Sampai akhirnya mampu membeli sebuah buku kumpulan cerpen Hemingway terbitan YOI.
Setelah itu,saya mulai menulis cerpen. Menulis dengan gaya Hemingway. Dan menulis cerpen pendek yang bernas ternyata sangat sulit dibanding menulis feature-feature jurnalistik meski sama-sama hemat kata. Selalu muncul kecenderungan untuk berpanjang-panjang. Tapi saya terus mencoba dan terus berlatih.
Sampai suatu saat saya membaca haiku. Sebuah puisi pendek karya pujangga besar Jepang yang saya tidak mencatat nama dan judulnya. Ketertarikan saya pada haiku semakin menjadi-jadi setelah saya merasa lelah mencoba belajar menulis cerpen dengan gaya Hemingway. Haiku yang juga hemat kata jauh lebih sulit untuk dibaca, dimengerti dan dirasakan. Namun pelan-pelan saya bisa menyelaminya. Intinya, haiku adalah puisi pendek yang mau menangkap alam dalam 3 baris puisi. Akibatnya, puisi ini bisa membawa pikiran dan imajinasi yang tak terbatas. Seolah-olah tak ada bingkainya. Saya merasa terbebaskan setiap kali membaca haiku.
Itu sebabnya saya lebih sering menulis puisi pendek meski belum bisa menulis haiku.
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar