"Udan salah mangsa" begitu jawab ibu atas pertanyaan saya di masa kecil dulu."Katanya kemarau, kok ada hujan?" kala itu yang saya tahu adalah mustahil ada hujan di musim kemarau. Tentu saja itu jawaban yang sangat tepat untuk anak seusia saya; masih TK. Baru kemudian saya tahu, yang membedakan musim hujan dan tidak adalah jumlah air yang ducurahkan dari atas. Sehingga tidak mustahil ada hujan di musim kemarau.
hujan kemarau
riuh anak renangi kedung
byur,byuurrr
Pada akhirnya, hujan salah musim, sebagaimana jawaban ibu di atas, terngiang kembali. Hujan turun di hutan kecil yang melingkungi kamar saya. Bau tanah, hawa segar dan suara air yang lumayan banyak jatuh di kedungdandang karena di hulu mungkin juga turun hujan, membuat kenangan saya muncul kembali. Ibu.
Hujan salah musim, menjadi pelepas rindu. Rindu pada apa dan siapa saja. Ketika saya merasa ditinggalkanNya, hujan salah musim menjadi tanda bagi saya agar saya menjadi lebih sabar, tekun dan tahu berterima kasih pada segala rahmat yang terlihat amat sepele.